color: #FF0000; Deja vu :: Nurdin Furry

Sabtu, 02 Oktober 2010

Deja vu

Suatu hari saya beraktifitas seperti biasa yaitu kuliah saya merasakan hal yang pernah saya alami sebelumnya hingga teman di samping saya memakai baju warna merah dan orang-orang yang ada di sekitar saya. Saya tidak tahu kapan dan dimana kejadian itu pernah saya alami.

 

Kemudian saya cerita dengan teman saya hal yang saya alami itu ternyata hal itu disebut ''Deja vu''. Saya bertanya-tanya apa itu ''Deja vu''. Saya mencoba mencari tau apa yang dimaksud dengan ''Deja vu''.

 

Pengertian ''Deja vu''

Sebennernya ''Deja vu'' itu masih misteri sampai sekarang, menurut ilmuan Dr. Vernon Neppe MD, PhD, Direktur Pacific Neuropsychiatric Institute (PNI), adalah pengaruh subjektif mengenai anggapan adanya kesamaan pengalaman saat ini dengan masa lalu yang sulit dijelaskan. Sedangkan James Lampinen, profesor psikologi dari University of Arkansas mendefinisikan “Deja vu” sebagai perasaan begitu kuat mengenai adanya kesamaan global yang terjadi pada situasi baru. Kesamaan pengalaman dalam déjà vu ini bersifat keseluruhan, hingga setiap detail terkecil, mirip sekali dengan yang pernah dialami seseorang di masa lampau. Tapi pengalaman ini selalu disertai dengan perasaan tidak nyata.

 

Pengalaman “Déjà vu” biasanya dibarengi dengan perasaan “sudah kenal” atau “sudah tahu” atau merasa “sudah pernah Mengalami”. Sering kali déjà vu menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan karena manusia seperti dipaksa secara tidak sengaja untuk menyaksikan potongan film kehidupannya yang mungkin menyeramkan, ganjil, atau bahkan tidak masuk akal. Biasanya pengalaman ini berhubungan dengan mimpi walaupun dibeberapa kasus secara jelas pengalaman ini “pernah benar terjadi sebelumnya”.

Déjà vu ini memiliki beberapa variasi, yaitu:

1. Déjà vecu yang artinya pernah mengalami.

2. Déjà senti yang artinya memikirkannya.

3. Déjà visite yang artinya mengunjunginya.

Ada juga 3 tipe déjà vu, yaitu:

1. déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)

2. déjà vu yang berkaitan dengan perasaan (sense/feeling déjà vu)

3. déjà vu yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu)

4. Kombinasi dari ketiga gejala déjà vu tersebut, di mana seseorang merasa pernah hidup sebagai orang lain di satu tempat dan waktu yang sama, bahkan merasakan perasaan yang sama pula.

 

Suatu hal yang penting dari “Deja vu” adalah mengalami sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sedangkan suatu hal yang penting dari precognitive adalah menunjukkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan, namun bukan suatu hal yang pernah dilakukan atau dilihat di masa depan.

 

Déjà vu dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:

1. Associative “Deja vu”

Tipe déjà vu yang paling umum dialami oleh orang-orang sehat normal adalah associative secara alami di dunia ini. Manusia melihat, mendengar, membaui atau mengalami suatu kejadian yang berkaitan dengan suatu perasaan bahwa manusia tersebut berhubungan dengan sesuatu yang telah dilihat, didengar, dibaui, atau dialami oleh manusia tersebut. Ilmuwan terdahulu berpikir bahwa “Deja vu” jenis ini adalah suatu pengalaman “ingatan dasar” dan berasumsi bahwa pusat memori otak yang bertanggung jawab untuk itu.

 

2. Biological “Deja vu”

Ada juga kejadian “Deja vu” antar orang-orang dengan epilepsi cuping sementara. Tepat sebelum epilepsi, penderita sering mengalami atau merasa “Deja vu”. Dengan adanya pengklasifiasian di atas dapat teridenfikasi bahwa isyarat otak dimana “Deja vu” jenis ini dimulai. Namun, dengan alasan ini pula “Déjà vu” jenis ini berbeda gengan tipikal “Déjà vu” sendiri. Orang yang mengalami “Dejavu” jenis ini mungkin akan mempercayai bahwa mereka telah mengalami peristiwa atau keadaan yang sama sebelumnya, disbanding dengan perasaan yang cepat berlalu.

 

Pengertian “Déjà vu” dari sudut pandang psikologi adalah ilusi seperti sudah kenal/ sudah akrab dengan suatu tempat yang sama sekali asing. Timbulnya peristiwa ini diyakini orang sebagai akibat adanya syarat yang sudah dikenali, namun ada dalam sub-ambang kesadaran. Sebagai contoh, ketika berjalan-jalan ditengah kota, beberapa ciri tampak seperti sama dengan penghayatan yang pernah dialami di tempat lain.

 

Intinya deja vu merupakan suatu fenomena aktivitas otak manusia yang berkaitan dengan memori yang lazim disebut “pemanggilan ulang” Penjelasan ini memperkuat fakta bahwa “penataan ulang memori” pada saat tertentu mempengaruhi keadaan alam sadar manusia ,Bannister dan Zangwill (1941) mencoba menganalisis déjà vu dengan menggunakan hypnosis pada 10 subjek penelitian. Ternyata 3 dari 10 di antaranya mengalami déjà vu. Cleary (2008) mengajukan hipotesis bahwa déjà vu merupakan bentuk dari sesuatu yang telah familiar diketahui yang disebut cripyamnesia adalah susuatu yang telah dipelajari namun tidak disimpan baik di otak, namun pada suatu waktu memori dalam “membukanya” .

 

Mungkin semua orang pernah menglami “Déjà vu” tapi mereka tidak pernah tahu kapan dan dimana hal itu di alaminya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar