color: #FF0000; November 2010 :: Nurdin Furry

Selasa, 16 November 2010

Perubahan kata-kata baku terbaru

Akhir-akhir ini, saya membaca sebuah surat kabar saya banyak sekali menemukan kata-kata baku baru seperti MEMENGARUHI, MEMESONA, MEMERHATIKAN, MEMERKOSA, MEMERCAYAI, MENGONSUMSI, MEMOPULERKAN.... Lalu, ada model lebih baru lagi: MEMERBESAR, MEMERSATUKAN, MEMERBOLEHKAN....

Intinya, prefiks gabungan MEMPER +.... diluluhkan menjadi MEMER +….

Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.

Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan.

Standarisasi bahasa dapat dilakukan terhadap ejaan, ucapan atau lafal, perbendaharaan kata, istilah, dan tata bahasa.
Perkembangan bahasa Indonesia begitu pesat sehingga hal itu menyebabkan masyarakat pemakai bahasa Indonesia kadang-kadang mengabaikan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Sebagai contoh, pemakai bahasa Indonesia, seperti wartawan kadang-kadang tidak memedulikan kaidah k, p, t, s dalam menuangkan tulisannya di media-media cetak. Banyak ditemukan ketidakseragaman dalam penulisan setiap kata yang dimulai dengan fonem p baik yang bersuku kata dua maupun tiga jika diberi awalan me(N)- atau meng- (beserta variasi imbuhannya) fonem pertamanya ada yang melebur/luluh (sesuai dengan kaidah bahsa Indonesia) ada juga yang tidak melebur. Ketidakseragaman tersebut tampak dalam media cetak: surat kabar, tabloid, dan majalah.
Contohnya, mengapa kata pengaruh, social, peduli, perkosa, popular, komunikasi, pesona, perhati, jika diberi awalan me(N)-, me(N)-kan, me(N)-iatau meng-,
ada yang melebur/luluh menjadi

Contohnya adalah sebagai berikut :

Mempengaruhi -> memengaruhi,
Mensosialkan -> menyosialkan,
Mempedulikan -> memedulikan,
Memperkosa -> memerkosa,
Mempopulerkan -> memopulerkan,
Mengkomunikasikan -> mengomunikasikan,
Mempesona -> memesona,
Memperhatikan -> memerhatikan
Mempunyaii -> memunyai
Mengkonsumsi -> mengonsumsi
Mengkaji -> mengaji (Alquran)
Memperhatikan -> memperhatikan

Sehubungan dengan hal terebut, pantas saja sejumlah mahasiswa mengelar aksi unjuk rasa dengan memegang sebuah poster bertuliskan “Aku cinta bahasa Indonesia” di sekitar Bundaran HI Jakarta beberapa waktu lalu. Karena tanpa ada standarisasi bahasa Indonesia yang baik dan benar, justru hal itu membuat pengimbuhan kata Indonesia dan kata serapan menjadi tidak seragam dan gamang. Akibatnya, hal itu bisa membingungkan masyarakat pemakai bahasa Indonesia.

Jadi, siapkah kita berpegang pada standarisasi untuk fonem k, p, t, s. Hal itu tampaknya bergantung pada kesiapan dan kedisiplinan masyarakat pemakai bahasa dalam menaati kaidah-kaidah yang sudah ada.

Resensi buku

Menelisik Slogan Ganyang Malaysia

Tebal


Sumber : Koran Jakarta, 25 Oktober 2010
Judul : Ganyang Malaysia: Politik Konfrontasi Bung Karno
Peresensi : Paulus Mujiran
Pengarang : John B Sriyanto
Penerbit : Interpre Book, Yogyakarta
Tahun : I, September 2010
Tebal : 110 halaman



Bangsa Indonesia dan Malaysia merupakan bangsa serumpun. Masyarakat Malaysia menyebut Indonesia negeri jiran, maksudnya negara berdekatan.

Idealnya negara berdekatan akan selalu hidup rukun dan damai. Namun karena berdekatan itu justru rawan terjadi gesekan dan konflik. Sepertinya tersedia daftar panjang yang berpotensi memicu konfl ik hubungan antarnegara.

Sebut saja penganiayaan TKI, pencaplokan Sipadan dan Ligitan, pembajakan lagu-lagu Indonesia seperti Terang Bulan dan Rasa Sayange, pengambilalihan tari Pendet (Bali), Kuda Kepang, dan Reog Ponorogo untuk dimanfaatkan demi kepentingan pariwisata Malaysia, dan yang paling baru adalah soal penangkapan pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ini semua membuktikan Malaysia sebagai bangsa serumpun yang pongah dan arogan.

Berdasarkan sumber yang ada, sejak kecil Bung Karno mewarisi dari ibunya rasa benci yang mendalam kepada penjajah Belanda yang merampas harta kerajaan Singaraja dan menangkap serta membuang sang raja.

Sebagai pejuang yang bercucuran darah dan keringat di medan perang, kemerdekaan yang belum lama diraih kian bertambah berat dan berkepanjangan karena ancaman dari luar yakni pembentukan negara Federasi Malaysia yang diprakarsai imperalis Inggris.

Indonesia di bawah pimpinan Bung Karno menentang pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Semenanjung Tanah Melayu, Singapura, Sabah, dan Serawak, sampai kemudian melancarkan konfrontasi dengan semboyan Ganyang Malaysia (hal 10).

Sikap radikal Bung Karno didasari rasa tanggung jawab dan kewajiban moral untuk membebaskan dan memerdekakan rakyat di kawasan Semenanjung Tanah Melayu termasuk Singapura, Sabah, dan Serawak di Kalimantan Utara dari penjajah Inggris. Bung Karno membaca bahwa pembentukan negara Federasi Malaysia itu diprakarsai imperialis Inggris.

Penggabungan Semenanjung Tanah Melayu dengan Sabah dan Serawak dapat dimengerti sebagai pengingkaran rakyat karena mereka sangat mendambakan kemerdekaan.

Dari sisi ini jelas sangat merugikan rakyat setempat karena tidak melalui proses pemungutan suara. Dengan kata lain Inggris sengaja menciptakan kekuatan yang dapat mengancam Indonesia.

Dalam pidatonya Bung Karno selalu mengatakan, Kalau Malaysia mau konfrontasi ekonomi kita hadapi dengan konfrontasi ekonomi, jika Malaysia konfrontasi politik hadapi dengan politik. Jika Malaysia dengan konfrontasi militer dihadapi dengan militer (hal 33).

Dalam berdiplomasi Indonesia, terutama di Jawa, mengenal istilah nglurug tanpa bala dan menang tanpa ngasorake.

Itu lebih dimaknai mengalah tanpa merasa kalah. Buku ini menarik dibaca karena selain membantu kita merekam era Bung Karno juga disertai dengan strategi konfrontasi kepada Malaysia tanpa merasa perlu untuk berperang.


Peresensi adalah Paulus Mujiran, penulis lepas tinggal di Semarang

Asal usul bahasa gaul dan istilahnya (Arti)

Bahasa Gaul merupakan bahasa anak-anak remaja gaul yang biasa digunakan sebagai bahasa sandi. Bahasa ini mulai dikenal dan digunakan sekitar tahun 1970. Awalnya bahasa ini dikenal sebagai “bahasanya anak jalanan / bahasa preman” karena biasanya digunakan oleh para Prokem (sebutan untuk para preman) sebagai kata sandi yang hanya dimengerti oleh kelompok mereka sendiri.
Belakangan bahasa ini menjadi populer dan banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari. Selain karena sering digunakan oleh para remaja untuk menyampaikan suatu hal secara rahasia (tanpa diketahui guru dan orang tua mereka), juga banyaknya media (televisi, radio, film, majalah, dan lain-lain) yang menggunakan kata-kata itu, sehingga bahasa gaul menjadi sangat populer.
Bahasa Gaul atau Bahasa Prokem terus berkembang dari masa ke masa. Ada sebagian kata yang diperkenalkan sejak tahun 1970an dan hingga kini masih sering dipakai. Namun tidak sedikit kata-kata itu sudah tidak dikenal lagi dan berganti dengan istilah lain yang lebih “funky”. Kata-kata tersebut biasanya merupakan bahasa daerah yang dipelintir atau dipelesetkan artinya. Ada juga kata yang posisi konsonan dan vokalnya diubah sedemikian rupa, menimbulkan bunyi baru yang cukup unik dan lucu kalo didengar.
1. ALAY :
Singkatan dari Anak Layangan, yaitu orang-orang kampung yang bergaya norak. Alay sering diidentikkan dengan hal-hal yang norak dan narsis.

2. KOOL :

Sekilas cara membacanya sama dengan “cool” (keren), padahal kata ini merupakan singkatan dari KOalitas Orang Lowclass, yang artinya mirip dengan Alay.

3. LEBAY :

Merupakan hiperbol dan singkatan dari kata “berlebihan”. Kata ini populer di tahun 2006an. Kalo tidak salah Ruben Onsu atau Olga yang mempopulerkan kata ini di berbagai kesempatan di acara-acara di televisi yg mereka bawakan, dan biasanya digunakan untuk “mencela” orang yang berpenampilan norak.

4. JAYUS :

Saya tadinya mengira kata ini merupakan singkatan, namun setelah saya telusuri, ternyata bukan. Arti sebenarnya adalah lawakan atau tingkah laku yang maunya melucu tapi tidak lucu.
Istilah Jayus populer di tahun 90an dan masih sesekali digunakan di masa kini. Dari cerita mulut ke mulut, konon ada seorang anak di daerah Kemang bernama Herman Setiabudhi yang kerap dipanggil Jayus oleh teman2nya. Jayus sendiri adalah nama ayah dari Herman (lengkapnya Jayus Kelana) yang seorang elukis di kawasan Blok M. Herman alias Jayus terkenal sebagai anak yang sering melawak tapi lawakannya kerap kali tidak lucu.

5. GARING :

Kata ini merupakan kata dari bahasa Sunda yang berarti “tidak lucu”. Awalnya kata-kata ini hanya digunakan di Jawa Barat saja. Namun karena banyaknya mahasiswa luar pulau yang kuliah di Jawa Barat (Bandung) lalu kembali ke kota kelahiran mereka, kata ini kemudian dipakai mereka dalam beberapa kesempatan. Karena seringnya digunakan dalam pembicaraan, akhirnya kata ini pun menjadi populer di beberapa kota besar di luar Jawa Barat.

6. GANDENG :

Kata ini pun merupakan kata dari bahasa Sunda yang berarti “berisik”. Sama seperti garing, kata ini dibawa dan dipakai oleh para mahasiswa luar Jawa Barat yang sempat kuliah di tanah Parahyangan itu, yang pada akhirnya membuat kata ini menjadi terkenal dan beberapa kesempatan dipakai.

7. BEGICHU / BEGICYU :

Biasanya kata ini disebutkan dengan penekanan di bagian belakang (yaitu memonyongkan bibir). Kata ini sendiri digunakan secara tidak sengaja oleh seorang anak kecil bernama Saipuddin, 3 tahun, asal Madura. Kata ini kemudian banyak dipopulerkan oleh artis. Salah satunya adalah Titi DJ.

8. MENEKETEHE :

Kata ini sebenarnya berasal dari kata “Mana Kutahu” dan diplesetkan oleh Tora Sudiro sekitar awal tahun 2000an, di acara Extravaganza TransTV. Istilah itu cukup populer dan saat ini cukup sering digunakan orang.

9. CING :

Saya mensinyalir kata ini sudah sering digunakan sejak tahun 1970an. Hal ini saya ketahui saat menonton film Si Pitung Banteng Betawi yang dibintangi oleh (alm) Dicky Zulkarnaen. Belakangan, di tahun 90an, kata ini mulai sering digunakan orang lagi, terutama setelah sering digunakan Debby Sahertian di sitkom Lenong Rumpi. Kata “cing” biasa digunakan sebagai sapaan untuk teman dekat. Misalnya, “Mau ke mana, Cing?”

10. EMBER :

Kata ini merupakan plesetan dari kata “Memang Begitu”. Pertama kali dipopulerkan oleh Titi DJ yang secara tidak sengaja menyebut kata ini saat menjawab pertanyaan orang. Sejak itu, kata ini sering digunakan di berbagai kesempatan.

11. YIUK….!! :

Kata yang merupakan bentuk ajakan ini dipopulerkan oleh Hennyta Tarigan dan Rina Gunawan (anggota grup GSP). Kata ini sempat populer di awal tahun 90an dan sering digunakan oleh Lenong Rumpi. Di awal tahun 2000an, kata ini kembali populer sejak digunakan oleh Indra Birowo dan Tora Sudiro di acara Exravaganza. Karena sering digunakan saat mereka berperan sebagai bencong, maka kata ini identik dengan panggilan kaum waria / bencong.

12. BONYOK :

Kata ini merupakan singkatan dari Bokap-Nyokap (orang tua). Tidak jelas siapa yang mempopulerkan kata ini, tapi kata ini mulai sering digunakan diperiode awal 2000an, ketika bahasa sms mulai populer di kalangan remaja.
Bokap (Ayah) dan Nyokap (Ibu) sendiri merupakan istilah yang telah populer sejak tahun 80an dan masih digunakan hingga hari ini.

13. BISPAK :

Merupakan singkatan dari kata “Bisa Pakai”. Kata ini mulai populer di pertengahan 90an, dan biasanya digunakan sebagai kode rahasia untuk menyebutkan wanita / pria yang bisa “dipakai” (baca : ditiduri), tapi mereka sendiri tidak mau disebut PSK (Pekerja Seks Komersial), karena seringkali mereka melakukan hal itu “just for fun”.Tidak jelas siapa yang mempopulerkan kata ini tapi dari penelusuran saya, kata ini sudah akrab dan sering digunakan oleh para Eksmud (Eksekutif Muda) Jakarta sekitar tahun 96an.

14. AKIKA :

Merupakan sandi untuk mengatakan “Saya”. Kata ini pertama kali dipopulerkan oleh kaum waria di tahun 90an, yang dibakukan oleh Debby Sahertian dalam buku Kamus Gaul yang dibuatnya.

15. SUTRALAH :

Merupakan pemanjangan dan plesetan dari kata “Sudahlah”. Kata ini juga dipopulerkan oleh kaum waria dan mulai populer di tahun 90an akhir.

16. SEMOK :

Berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Montok”. Kata ini belakangan sering digunakan orang untuk menggambarkan wanita yang cantik dan seksi.

17. LOL :

Kata ini belakangan ini sering dipakai, terutama dalam komunikasi chatting, baik di YM, FB, Twitter, atau pun komunitas yang lain. Kata itu merupakan singkatan dari Laugh Out Loud yang berarti “Tertawa Terbahak-bahak”.

18. CENGLI :

Merupakan kata dari bahasa Hokkian yang berarti “Bertindak Adil”. Kata ini memang lazim digunakan oleh masyarakat perantauan Tionghua dari suku Hokkia. Karena sering digunakan dalam percakapan bisnis, maka lama-kelamaan menjadi kata umum yang digunakan dalam kegiatan sehari2.

19. WIL dan PIL :

Merupakan singkatan dari Wanita Idaman Lain dan Pria Idaman Lain. Tidak jelas siapa yang mempopulerkan istilah ini, namun saya menemukan kata-kata ini sering digunakan dalam penulisan di majalah2 di era awal 2000an. Kedua kata itu biasa digunakan untuk menjelaskan wanita atau pria simpanan / selingkuhan.

20. AJIB :

Artinya Enak, Asyik, atau Klabing. Kata ini mulai populer di tahun 90an tatkala musik trance dan narkoba jenis shabu2 baru mulai populer. Kata ini biasanya digunakan oleh para penikmat kedua hal itu. Istilah ini diambil dari suara hentakan tempo musik trance yang kalo didengar dengar teliti memang terdengar seperti “Ajib, ajib…. ajib, ajib….”.

21. ANJELO :

Merupakan singkatan dari Antar Jemput Lonte. Dari informasi yang saya peroleh, kata ini pertama kali digunakan sekitar tahun 2000an di daerah sekitar Bogor untuk menyebut Tukang Ojek yang menjadi langganan para penjaja cinta di sana.

22. JABLAY :

Kata ini dipopulerkan oleh Titi Kamal saat menyanyikan lagu berjudul sama dalam film Mendadak Dangdut (2006).Merupakan singkatan Jarang Dibelai yang mengandung arti lebih jauh sebagai ungkapan hati seorang wanita yang jarang mendapatkan belaian kasih sayang kekasihnya.

23. GETHO LOH..:

Kata ini berarti “Demikian / Begitu”, yang merupakan penekanan dari sebuah penjelasan yang disampaikan oleh sang pembicara. Kata ini cukup terkenal di tahun 2007, karena sering digunakan oleh para penyiar radio (terutama radio anak muda) setiap kali selesai menjelaskan sesuatu. Kata ini makin populer manakala sering digunakan dalam berbagai percakapan yang bernada jenaka (sekaligus norak) di berbagai acara televisi.

24. BELAH DUREN :

Berasal dari istilah yang digunakan dalam lagu dangdut berjudul sama yang dinyanyikan oleh Julia Perez, kata “Belah Duren” merupakan istilah yang ditujukan buat para pengantin muda yang menikmati malam pertama. Belakangan kata ini mengandung makna ajakan untuk melakukan ML (Making love).

25. SECARA :

Kata ini sebenarnya adalah bahasa Indonesia, yang bermakna “Adalah”. Namun kata ini menjadi populer di tahun 2006an di kalangan siswa-siswi SMU yang menggunakan kata ini sebagai kata ganti “Karena / Soalnya”. Sesekali pula digunakan sebagai sisipan tanpa makna (hanya sebagai penekanan pada kalimat yang mereka katakan). Contoh pemakaiannya :
a. Gua gak bisa ke rumah lo neh hari ini, secara bokap gue lagi sakit.
b. Ya… gimana dong? Secara gue ini kan gaul…

26. SEGEDE GAMBRENG :

Kata “gambreng” berasal dari suitan anak-anak (hompimpah alaihum gambreng), yang menunjukkan siapa yang menang dalam suitan tersebut. Belakangan, sekitar tahun 2007an, kata ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang besar sekali (dan sulit diungkapkan dengan kata-kata).

27. SEGEDE GOBLOK :

Mirip dengan ungkapan “Segede Gambreng”, kata “Segede Goblok” menunjukkan sesuatu yang besarnya luar biasa dan – sakin besarnya – jadi ga masuk akal. Gak jelas siapa yg mempopulerkan kata ini, tapi diduga kata ini pernah diucapkan oleh beberapa MC di televisi (entah Indra Bekti, Iva Gunawan, atau Ruben Onsu)

28. JUTEK :

Berasal dari kata yang sering digunakan oleh para PSK di awal tahun 2000an untuk menggambarkan pria yang sombong dan jarang tersenyum. Kata ini akhirnya menjadi kata umum yang digunakan untuk melukiskan orang yang menyebalkan, judes, galak, emosian, dan sombong.

29. BT / BETE :

Merupakan singkatan dari Boring Total. Tadinya orang menduga kata ini dipopulerkan oleh Dwiq saat merilis lagu “Bete” sekitar tahun 2008. Padahal kata ini sudah lama digunakan oleh para mahasiswa yang bosan dengan program perkuliahan mereka. Kata ini mulai populer dan digunakan di awal tahun 2000an.

30. KAMSUD :

Merupakan pembalikan konsonan kata “Maksud”. Kata ini mulai populer, terutama di kalangan para cewek di ruang chatting dunia maya.

31. KATROK :

Orang kampung / orang desa. Kata ini dipopulerkan oleh Tukul Arwana saat membawakan acara Empat Mata sekitar tahun 2007an (kini berubah menjadi acara Bukan Empat Mata). Kata ini kemudian menjadi bahasa umum untuk menggambarkan orang yang kampungan / norak banget.

32. PRIKITIU :

Adalah celutukan yang ditujukan pada pasangan yang tertangkap basah melakukan perselingkuhan. Adalah Sule, seorang komedian lokal, yang melontarkan celutukan nakal yang kini menjadi bahasa pergaulan itu.

33. CUMI :

Merupakan singkatan yang mengandung banyak arti (tergantung CUMI yang dipakai adalah singkatan dari apa). Awalnya kata ini dipopulerkan oleh sebuah produk kartu telpon seluler di tahun 2008an, yang akhirnya berkembang menjadi bahasa gaul anak-anak remaja untuk menjelaskan kondisinya saat ini, seperti CUma MIkir, CUma MIScal, CUma MIrip, CUma MInjam, CUkup MIris, dan lain-lain.

34. KRIK :

Adalah suara jankrik. Istilah ini biasaya digunakan dalam pembicaraan di dunia maya, untuk menggambarkan kondisi yang sangat garing / tidak lucu. Kata ini berasal dari adegan film-film kartun yang sering menampilkan suasana hening – dengan latar belakang suara jengkrik – mana kala seseorang bercanda namun tidak lucu. Pemakaiannya cukup sederhana, yaitu saat menanggapi komentar / ucapan seseorang, penulis tinggal menulis kata “Krik” berulang-ulang, menandakan bahwa penulis menganggap ucapan orang itu gak lucu banget.

35. GAYUS :

Merupakan sebutan sindiran untuk orang yang gila uang dan berusaha mendapatkan uang dengan berbagai cara yang tidak halal. Ungkapan ini populer di awal tahun 2010 setelah seorang pejabat pajak negara bernama Gayus diciduk polisi lantaran ketahuan menilap uang negara sebesar Rp 67 milyar.

36. MOGE :

Awalnya kata ini merupakan singkatan dari Motor Gede dan dipopulerkan oleh kelompok penyuka motor gede tahun 2008 silam. Namun belakangan, kata itu diplesetkan banyak orang menjadi Motor Gelo yang ditujukan pada orang-orag norak yang suka bikin rusuh, mau menang sendiri, dan bikin muak banyak orang.

37. NI YEE… :

Merupakan ungkapan yang dipopuerkan oleh pelawak (alm) Diran di tahn 1985an, yang kemudian sering digunakan oleh para artis seperti Euis Darliah dan Jaja Miharja. Kata ini sempat populer kembali sekitar medio 1990-1999. Saat ini masih dipakai, walau tidak seintens dulu.

38. BONEK :

Singkatan dari kata Bondo Nekat yang berarti orang nekat yang gak bermodal apapun selain kemauan. Kata ini dipopulerkan oleh suporter Tim Sepakbola Persebaya – Surabaya di tahun 90an dan menjadi sebutan “kebanggaan” mereka. Saat ini, kata ini juga digunakan untuk orang-orang nekat yang gak kenal rasa takut.

39. GUE :

Adalah bahasa “resmi” yang kini banyak digunakan oleh kebanyakan orang (terutama orang dari Suku Betawi) untuk menyebut “Saya / Aku”. Kata ini merupakan bahasa Betawi yang telah digunakan secara luas, jauh sebelum bahasa prokem dikenal orang.

40. LO / LU :

Sama seperti “Gue” kata ini pun sudah digunakan digunakan oleh Suku Betawi sejak bertahun-tahun lalu dan menjadi kata untuk menyebut “Anda / Kamu”.


sumber : http://www.seenthing.com/tag/lebay

Senin, 01 November 2010

10 Rahasia Sukses Orang Jepang

1. Kerja Keras

Sudah menjadi rahasia umum bhw bangsa Jepang adlh pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adlh 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dgn Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), & Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sbh mobil dlm 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari utk membuat mobil yg bernilai sama. Seorang pekerja Jepang blh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yg biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adlh sesuatu yg blh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, & menandakan bhw pegawai tersebut termasuk “yg tdk dibutuhkan” oleh perusahaan.

2. Malu

Malu adlh budaya leluhur & turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dgn menusukkan pisau ke perut) mjd ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah & pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yg terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mgkn adlh anak-anak SD, SMP yg ka&g bunuh diri, krn nilainya jelek atau tdk naik kelas. krn malu jglah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar drpada mengganggu pengemudi di belakangnya dgn memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yg sdh mjd kesepakatan umum.

3. Hidup Hemat

Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dlm keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dlm berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dgn banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sdh mjd hal yg biasa bhw supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bhw Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.

4. Loyalitas

Loyalitas membuat sistem karir di sbh perusahaan berjalan & tertata dgn rapi. Sedikit berbeda dgn sistem di Amerika & Eropa, sangat jarang orang Jepang yg berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mgkn implikasi dr Industri di Jepang yg kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yg kemudian mereka latih & didik sendiri sesuai dgn bidang garapan (core business) perusahaan.

5. Inovasi

Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dlm meracik temuan orang & kemudian memasarkannya dlm bentuk yg diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yg mengembangkan Sony Walkman yg melegenda itu. Cassete Tape tdk ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yg berhasil mengembangkan & membundling model portable sebagai sbh produk yg booming selama puluhan tahun adlh Akio Morita, founder & CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dr 300 model walkman lahir & jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat jg bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dgn inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yg lebih cepat & murah.

6. Pantang Menyerah

Sejarah membuktikan bhw Jepang termasuk bangsa yg tahan banting & pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yg menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dlm teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi & mjd fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam jg tdk membuat Jepang menyerah. tdk hanya mjd pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi & kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dr negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dr bom atom di Hiroshima & Nagasaki , disusul dgn kalah perangnya Jepang, & ditambahi dgn a&ya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tdk habis. dlm beberapa tahun berikutnya Jepang sdh berhasil membangun industri otomotif & bahkan jg kereta cepat (shinkansen) . mgkn cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yg usahanya hancur & hampir tersingkir dr bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dr nol utk membangun industri sehingga mjd kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita jg awalnya mjd tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yg mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dgn Sony Walkman-nya. yg jg cukup unik bhw ilmu & teori dimana orang harus belajar dr kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dgn nama shippaigaku (ilmu kegagalan).

7. Budaya Baca

jgn kaget kalau anda datang ke Jepang & masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa se&g membaca buku atau koran. tdk peduli duduk atau berdiri, banyak yg memanfaatkan waktu di densha utk membaca. Banyak penerbit yg mulai membuat man-ga (komik bergambar) utk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dgn menarik yg membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang jg didukung oleh kecepatan dlm proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sdh dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan & terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sdh tersedia dlm beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.

8. Kerjasama Kelompok

Budaya di Jepang tdk terlalu mengakomodasi kerja-kerja yg terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan utk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tdk hanya di dunia kerja, kondisi kampus dgn lab penelitiannya jg seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya jg dlm bentuk kelompok. Kerja dlm kelompok mgkn salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bhw “1 orang professor Jepang akan kalah dgn satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tdk akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yg berkelompok” . Musyawarah mufakat atau sering disebut dgn “rin-gi” adlh ritual dlm kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dlm “rin-gi”.

9. Mandiri

Sejak usia dini anak-anak dilatih utk mandiri. Irsyad, anak saya yg paling gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk & sebotol besar minuman yg menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih utk membawa perlengkapan sendiri, & bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA & masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tdk meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time utk biaya sekolah & kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yg itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.

10. Jaga Tradisi ; Menghormati Orang Tua

Perkembangan teknologi & ekonomi, tdk membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi & budayanya. Budaya perempuan yg sdh menikah utk tdk bekerja masih ada & hidup sampai saat ini.
Budaya minta maaf masih mjd reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang & menabrak pejalan kaki, maka jgn kaget kalau yg kita tabrak malah yg minta maaf duluan.

Sumber http://www.kaskus.us/showthread.php?p=136993240

Perubahan Kata Baku

Perubahan Kata Baku Pada Penulisan dan Percakapan

Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.

Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan.


Penggunaan Kata-Kata Baku
Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya:

Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- cantik sekali - cantik banget
- lurus saja - lempeng saja
- masih kacau - masih sembraut
- uang - duit
- tidak mudah - enggak gampang
- diikat dengan kawat - diikat sama kawat
- bagaimana kabarnya - gimana kabarnya

Penggunaan Ejaan Resmi Dalam Ragam Tulisan
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (singkat EyD) EyD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata, penulisan partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan tanda baca.
Misalnya:

Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- bersama-sama - bersama2
- melipatgandakan - melipat gandakan
- pergi ke pasar - pergi kepasar
- ekspres - ekspres, espres
- sistem – sistim

Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.

Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- atap - atep
- menggunakan - menggaken
- pendidikan - pendidi’an
- kalaw - kalo,kalo’
- habis - abis
- dengan - dengen
- subuh - subueh
- senin - senen
- mantap - mantep
- pergi - pegi
- hilang - ilang
- dalam – dalem

Jadi kesimpulannya adalah Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit untuk dijalankan, atau yang digunakan karena untuk memahaminay dibutuhkan daya nalar yang tinggi. Dengan menggunakan ragam bahasa baku, seseorang akan menaikkan
prestisenya.

Bahasa baku ialah satu jenis bahasa yang menggambarkan keseragaman dalam bentuk dan fungsi bahasa, menurut ahli linguistik Einar Haugen. Ia dikatakan sebagai "loghat yang paling betul" bagi sesuatu bahasa.
Keseragaman dalam bentuk bererti bahawa bahasa baku sudah dikodifikasikan, baik dari segi ejaan, peristilahan, mahupun tatabahasa, walaupun kodifikasi bahasa itu tidaklah semestinya merupakan penyeragaman kod yang mutlak. Misalnya, dalam tatabahasa sudah ada rumus morfologi Melayu yang menetapkan bahawa konsonan k pada sesuatu kata dasar digugurkan apabila diberi awalan meN; umpamanya kasih menjadi mengasihi, dan ketat menjadi mengetatkan. Tetapi dengan masuknya kata asing yang mengandungi gugus konsonan pada awal kata, rumus tersebut diberi rumus tambahan, iaitu untuk kes tersebut, konsonan k tidak digugurkan apabila diberi awalan meNG; umpamanya kritik menjadi mengkritik.


Dari segi fungsi, bahasa baku dapat menjadi unsur penyatu, unsur pemisah dan pemberi prestij kerana:
• Unsur penyatu: digunakan oleh orang-orang daripada pelbagai daerah loghat;
• Unsur pemisah: memisahkan bentuk bahasa baku itu daripada loghat-loghat lain dalam bahasa itu; dan
• Pemberi prestij: digunakan oleh segolongan orang dalam suasana tertentu, biasanya dalam urusan rasmi; umpamanya laporan, surat, surat pekeliling, borang, radio, televisyen, dan sebagainya.
Walau bagaimanapun, ketiga-tiga fungsi ini dianggap oleh Paul Garvin sebagai fungsi perlambangan.
Dalam konteks pentadbiran dan pengurusan, fungsi yang harus ditekankan ialah fungsi objektif, iaitu bahasa baku sebagai rangka rujukan untuk menentukan salah-betulnya penggunaan bahasa. Jika fungsi objektif ini tidak ditegaskan, nescaya bahasa yang digunakan dalam pentadbiran dan pengurusan akan berbeza-beza bentuknya. Apabila hal ini terjadi, maka kecekapan pentadbiran dan pengurusan akan tergugat.



CIRI-CIRI BAHASA BAKU

Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang
dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam
bahasa ini lazim digunakan dalam:

1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas,
pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi,
perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.
2. Wacan teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan
sebagainya.
3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan
sebagainya.
4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya.
Pemakaian (1) dan (2) didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan
pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa lisan.


Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:


1. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa
Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan
konsisten.
1. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
Misalnya:
Bahasa baku
- Gubernur meninjau daerah kebakaran.
- Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.
2. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk
secara ekspilisit. Misalnya:
Bahasa Baku
- Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
- Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.
3. Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara
konsisten. Misalnya:
Bahasa Baku
- Surat anda sudah saya terima.
- Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
- Surat anda saya sudah terima.
- Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
4. Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- anaknya - dia punya anak
- membersihkan - bikin bersih
- memberitahukan - kasih tahu
- mereka - dia orang
5. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsur
gramatikal bahasa daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
- dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
- Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
- Dia ngontrak rumah di Kebayoran lama.
- Paman saya mobilnya baru.


2.Penggunaan Kata-Kata Baku
Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah
lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang
belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali
dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- cantik sekali - cantik banget
- lurus saja - lempeng saja
- masih kacau - masih sembraut
- uang - duit
- tidak mudah - enggak gampang
- diikat dengan kawat - diikat sama kawat
- bagaimana kabarnya - gimana kabarnya


3.Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum
pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa
Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.
Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- atap - atep
- menggunakan - menggaken
- pendidikan - pendidi’an
- kalaw - kalo,kalo’
- habis - abis
- dengan - dengen
- subuh - subueh
- senin - senen
- mantap - mantep
- pergi - pegi
- hilang - ilang
- dalam - dalem